Karena masih bertengkar dengan ibu dan ayahnya, Mei memutuskan tetap tinggal di Goto untuk sementara waktu. Pagi itu, ibunya menelpon nenek untuk mengatakan kalau mereka akan ke Goto menjemput Mai. Mai sepertinya deg degan banged.
Saat mengantar selai ke toko Sakura, Sakura kaget mendengar kalau Mai datang ke Goto. Ia protes kenapa nenek tidak membawa Mai ke sini dan nenek mengatakan kalau Mai butuh waktu untuk berfikir sendirian.
Ayah Itta datang ke rumah nenek Mai membawa sesuatu, katanya itu untuk perayaan. Mai bingung perayaan apa dan ayah Itta mengatakan semalam ia mendengar dari Itta kalau tunangan Mai datang ke Goto untuk diperkenalkan pada nenek. Mai kaget mendengarnya dan tertawa, mengatakan kalau yang kemarin itu adalah temannya.
Ayah Itta entah kenapa lega mendengarnya dan teringat bagaimana ibu Mai membawa tunangannya ke Goto waktu itu. Nenek tidak merestui pernikahan keduanya. Nenek sangat bangga ibu Mai kuliah di kota dan mulai bisnis selai untuk persiapan ibu Mai kembali ke Goto nantinya. Intinya nenek ingin ibu Mai bekerja di Goto setelah lulus dan sengaja membuatkan pekerjaan untuk ibu Mai, yaitu membuat selai. Sayangnya ibu Mai memutuskan meninggalkan Goto bersama tunangannya.
Saat makan siang, Mai bertanya pada neneknya mengenai apa yang terjadi dimasa lalu. Nenek menceritakan apa yang terjadi waktu itu. Tahun 1981, ibu Mai berusia 20 tahun dan masih seorang mahasiswa, tiba-tiba datang ke rumah membawa seseorang yang akan dinikahinya, yaitu ayah Mai. Ibu Mai ingin berhenti kuliah dan akan menikah dengan ayah Mai, mendukung pekerjaan ayah Mai di pabrik. Nenek saat itu sangat menolak pernikahan keduanya, karena ibu Mai masih terlalu muda dan naif, ia yakin ibu Mai tidak akan bisa melakukannya. Ia juga mengingatkan impian ibu untuk menjadi seorang guru. Tapi ibu Mai bersikeras dengan keputusannya dan mengatakan kalau dia menemukan impiannya yang baru. Ia sudah memutuskan untuk tinggal di Osaka bersama ayah Mai. Nenek marah mengatakan terserah pada ibu Mai dan mengatakan untuk tidak pernah kembali ke Goto lagi. Dan begitu lah ibu meninggalkan rumah bersama ayah Mai.
Ayah dan ibu Mai datang sore itu dan berdiskusi mengenai masa depan Mai. Mai mengatakan kalau keputusannya masih belum berubah, ia belum kehilangan keinginannya membuat pesawat terbang, tapi ia menemukan keinginan barunya menjadi seorang pilot. Ibu mengatakan kekhawatirannya karena Mai kelihatan tidak cocok menjadi pilot wanita. Pekerjaan itu punya tanggungjawab yang besar mengantarkan penumpang dengan aman. Itu bukan pekerjaan yang semua orang bisa lakukan. Lagipula tidak banyak pilot wanita dan Mai tidak akan bisa bertahan di dunia pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki. Ia takut nanti Mai akan kesulian.
Tapi Mai mengatakan kalau ia ingin menantang dirinya melakukannya. Saat mendapat kepercayaan menjadi pilot di pesawat tenaga manusia, ia membawa harapan semuanya dibahunya dan jika ia gagal maka itu akan menjadi salahnya. Meski tanggungjawab yang sangat besar itu, ia tetap menikmatinya, ia sangat bahagia sampai ia menangis. Ia tahu menjadi pilot adalah hal yang sulit yang penung tanggungjawab tapi ia tetap ingin menjadi seseorang yang bisa membawa beban berat itu di punggungnya dan terbang. Saat masih kecil ia melihat bagaimana ayah dan ibunya kesulitan karena pekerjaan mereka tapi keduanya tidak pernah terlihat kelelahan karena ayah punya impian yang ingin ia gapai dan ibu ada disampingnya mendukungnya. Mai mengatakan jika ia bekerja keras untuk sesuatu, maka ia ingin itu adalah sesuatu yang ia sukai. Mai berdiri dan membungkuk memohon pada orang tuanya untuk membiarkannya masuk ke sekolah penerbangan.
Ibu menangis mendengar hal itu dan akhirnya ia mengerti. Ia membiarkan Mai untuk mencoba tantangan baru dalam hidupnya itu. Mai senang sekali mendengarnya. Nenek juga tersenyum melihat mereka bertiga.
Saat nenek menyiapkan makan malam, Ibu datang membantunya dan nenek mengatakan kalau Mai sudah menjadi seseorang yang bisa mengatakan isi hatinya. Ibu tersenyum dan mengatakan entah sejak kapan Mai menjadi seperti itu.
Nenek mengatakan saat dulu seandainya ia mendengarkan dengan baik apa yang ibu katakan, mungkin hubungan mereka tidak akan seperti itu selama 15 tahun. Nenek meminta maaf pada puterinya itu. Ibu menangis mendengarnya. Keduanya berkaca-kaca sambil memasak.
***
Mai yang waktu kecil dulu kesulitan mengatakan apa yang dia inginkan karena Mai selalu memikirkan perasaan orang lain terlebih dahulu, entah sejak kapan mulai memikirkan perasaannya sendiri. Sepertinya Naniwa Birdman memang sudah mengubah Mai.
Sebenarnya nenek tidak perlu minta maaf sih kalau menurutku ya. Wajar saja seorang ibu marah pada anaknya yang mau berhenti kuliah dan menikah dengan seseorang yang baru pertama kali datang ke rumah. Ibu juga masih sangat muda waktu itu. Justru sebagai seorang anak, menurutku meski nenek bilang jangan datang lagi, harusnya tetap datang sih dan jangan menyerah.
0 komentar:
Posting Komentar